A. Pengantar
Kata Manajemen berasal dari bahasa
Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan
mengatur.” Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara
universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Ricky
W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Pemimpin adalah inti
dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada
pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat
dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang
mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi
pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan
alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967)
menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan
dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai
(Yukl, 2005:251).
Teori
Kepemimpinan Contingency Fiedler (Matching Leaders and Tasks)
Teori kontingensi Fiedler menunjukkan hubungan antara
orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi
situasional. Teori ini didasarkan pada penentuan orientasi pemimpin (hubungan
atau tugas), unsur-unsur situasi (hubungan pemimpin-anggota, tugas struktur,
dan kekuasaan pemimpin posisi), dan orientasi pemimpin yang ditemukan paling
efektif karena situasi berubah dari rendah sampai sedang untuk kontrol tinggi.
Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi
kontrol rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif
dalam situasi kontrol moderat.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2
set kondisi.
· Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat
memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada
anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan
otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan
tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
· Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki
hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan
memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin
mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil
keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman
sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada
anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi
dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya
masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau
pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita
pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu
situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang
efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya
sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi
seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan
oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi
kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin,
kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC
yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip
dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi
kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah
ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih
efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model
Kepemimpinan Normative Vroom dan Yetton
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan
normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut
permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode
kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan
menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan
menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa
terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka
berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada
dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa
melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok,
mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan
kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan
kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan
apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik
untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode
kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus
diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan
(Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada
solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang
cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap
keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi
keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah
keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi
yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan
subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat
diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada
pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan
tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil
Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat
penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gayaotokratis.
Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat
penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang
saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak
penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat
penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates
tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang
sangat partisipatif.
Teori path-goal
teori dan kepemimpinan
Teori path-goal atau House’s path goal theory dikembangkan
oleh Robert J. House dan berakar pada teori harapan(Ia dipengaruhi oleh model
teori yang dikembangkan Victor Vroom dan juga Martin G. Evans).
Teori ini didasarkan pada premis bahwa persepsi karyawan tentang harapan
antara usaha dan kinerja sangat dipengaruhi oleh perilaku seorang pemimpin.
Para pemimpin membantu bawahan terhadap pemenuhan akan penghargaan dengan
memperjelas tujuan dan menghilangkan hambatan kinerja.
Pemimpin melakukannya dengan memberikan informasi, dukungan, dan sumber
daya lainnya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menyelesaikan tugas. Dengan
kata lain kepuasan atas kebutuhan mereka bergantung atas kinerja efektif, dan
arahan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan.
Teori path-goal menganut pandangan kepemimpinan sebagai pelayan.
Kepemimpinan tidak dipandang sebagai sebuah posisi kekuasaan. Sebaliknya,
pemimpin bertindak sebagai pelatih dan fasilitator kepada bawahan mereka.
Menurut teori path-goal, efektivitas seorang pemimpin tergantung pada
faktor kontingensi (ketidakpastian) lingkungan dan gaya kepemimpinan tertentu.
Penjelasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar teori path-goal
Sumber:
B. Perencanaan, Penetapan Manajemen
Perencanaan
Manajemen
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan
tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses
terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa
rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang
tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi.
Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu
organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana
bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan
menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan
menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Langkah-langkah
Dalam Menyusun Perencanaan
Proses perencanaan terdiri dari 5 tahap :
Penetapan Tujuan Organisasi
Penetapan tujuan awal organisasi merupakan bagian awal
dari proses penyusunan perencanaan. Tujuan organisasi ibarat kompas ayang
dijadikan arah abgi keputusan dan aktivitas organisasi. Perumusan tujuan harus
dibuat sejelas mungkin dan sedapat mungkin bersifat kuantitatif. Sedangkan
perumusan tujuan yang bersifat kualitatif memiliki kecenderungan dalam
salah tafsir dari berbagai pihak atau dapat menimbulkan salah persepsi sehingga
memberi kesan adanya pelonggaran di dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa
perumusan tujuan organisasi yang tegas dan jelas maka organisasi akan
menghamburkan sumber daya secara berlebihan. Mengenal priorotas akan kekhasan
tujuan organisasi akan membuat manajemen dapat menggunakan sumber daya secara
efektif dan efisien. Perumusan organisasi snagat penting baik bagi perusahaan
besar maupun perusahaan kecil. Perumusan tujuan organisasi merupakan prioritas
pertama atau kedua, dikarenakan penetapan tujuan organisai merupakan langkah
pertama yang sangat esensial didalam perencanaan, maka pemimpin/manajer harus
dapat membuat perencanaan yang efektif dan efisien. Kegagalam atau tidak
merumuskan tujaun organisasi disebabkan :
Keengganan menetapkan alternatif tujuan. Seringkali
pemimpin/manajer dihdapkan kepada berbagai keukaran mengakui kenyataan bahwa
tidak semua hal dapat dicapainya, akibatnya pemimpin/manajer enggan membuat
komitmen organisasi kepada satu tujuan jika tidak tercapai maka pemimpin/manajer
dihadapkan kepada penilaian tidak berhasil
Takut gagal. Pemimpin/manajer yang menetapkan satu tujuan
umumnya takut tidak mencapainya (gagal) dan oleh karena itu pemimpin/manajer
sering merumuskan banyak tujuan yang akan dicapai. Meskipun ada menajer bertipe
berani menghadapi resiko akan tetapi umumnya resiko sering kali dihindari
sedapat mungkin
Kekurangan pengetahuan tentang organisasi.
Pemimpin/manajer akan menetapkan tujuan organisasi yang tepat, jika
pemimpin/manajer tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang organisasi dan
unit-unitnya. Setiap bagian (unit) mempunyai keterkaitan yang luas dengan
tujuan organisasi secara keseluruhan. Pemimpin/manajer harus mengetahui
berbagai karakteristik unit dan organisasi secara keseluruhan agar dengan mudah
dapat mengarahkan dan mengelola sarana dan prasarana secara efktif dan efisien
Kekurangan pengetahuan akan lingkungan. Pemimpin/manajer
disamping mengetahui lingkungan internal organisasi juga harus emngenal
lingkungan eksternal organisasi. Tanpa mengenal lingkungan eksternal
organisasi, maka manajemen organisasi akan berjalan secara acak (tak terarah)
dan akan mudah terhempas oelh lingkungan eksternal yang mengitarinya.
Lingkungan eksternal di dunia organisasi meliputi pesaing, pemasok, sponsor,
target sasaran, lembaga pemerintah, masyarakat luas dan lain sebagainya.
Kurang percaya diri. Untuk mempunyai kemantapan
terhadap tujuan organisasi, maka pemimpin/manajer dan orang-orangnya harus
mempunyai kepercayaan diri yang kuat (self confidence) bahwa ia mampu
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Jika manajer mempunyai kepercayaan diri
yang lemah maka akan senantiasa ragu di dalam melaksanakan tugasnya.
Manfaat
Perencanaan Dalam Suatu Organisasi
Manfaat perencanaan bagi organisasi :
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan;
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami;
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti;
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan;
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami;
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti;
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
Jenis
Perencanaan dalam Organisasi
Melihat tingkat hirarkis, ada empat jenis perencanaan:
perencanaan strategis, taktis dan operasional, yaitu:
Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis dianggap oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh tingkat hirarki yang lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan strategi dan tindakan untuk mencapainya.
Perencanaan ini merupakan proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang dipilih.
Hal ini biasanya dilakukan dalam organisasi pada tingkat manajerial, atau tingkat tertinggi perintah, yang dilakukan dengan cara taktik dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau diberikan perencanaan jangka panjang lebih dari 5 tahun.
Perencanaan strategis juga merupakan suatu hal untuk merencanakan strategi dalam segala hal, atau dalam kehidupan sehari-hari setiap orang.
Perencanaan Taktis / Taktik
Pada tingkat kedua dari perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional bisnis, termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat organisasi menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah mengidentifikasi tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.
Bagian taktis merupakan proses yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat, merampingkan pengambilan keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini dilakukan secara sistemik karena merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem dan subsistem, seperti yang terlihat dari sudut pandang sistemik. Apakah iteratif, dan proyek mana yang harus fleksibel dan menerima penyesuaian dan koreksi. Teknik ini memungkinkan pengukuran siklus dan evaluasi sebagai dijalankan yang secara dinamis dan interaktif dilakukan dengan orang lain, dan merupakan teknik yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari efisiensi.
Perencanaan Operasional
Ketidakpastian yang disebabkan oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada pertengahan atau taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan strategis, tingkat tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat rencana yang akan dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana operasional dan rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional.
Karena jadwal pada tingkat operasional sesuai dengan set bagian homogen dari perencanaan taktis, yaitu, mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang diperlukan di tingkat bawah organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana operasional. Hal ini dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah, dengan fokus pada kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana dikembangkan untuk waktu yang singkat.
Perencanaan Operasional ini dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi. Membuat perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan dicapai. Bahkan, semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang sangat mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik.
Termasuk tugas-tugas operasional dan skema operasi yang benar dan efisien dalam menjalani sistem pendekatan reduksionis proses khas ditutup. Hal ini dilakukan berdasarkan proses diprogram dan teknik komputasi. Ini mengubah ide menjadi kenyataan, atau mengeksekusi tujuan dari suatu tindakan melalui berbagai rute, jangka pendek pekerjaan umumnya kurang dari 1 tahun
Perencanaan Normatif
Mengacu pada penciptaan standar, kebijakan serta peraturan yang ditetapkan untuk operasi organisasi. Hal ini bergantung pada pembentukan standar, metodologi dan metode untuk berfungsinya kegiatan yang direncanakan.
Standar-standar tentang pendirian aturan dan / atau undang-undang dan / atau kebijakan dalam setiap kelompok atau organisasi, terutama untuk menjaga pengendalian, pemantauan dan pengembangan perencanaan dan pengembangan standar dan kebijakan. Perencanaan berhubungan erat dengan desain struktur organisasi. Ini berlaku di daerah yang sangat spesifik, yang umumnya adalah mereka yang mengawasi dan menentukan aspek pada tingkat lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sumber: